TEOLOGI MENSTRUASI

 

Oleh: Fery C. Syifa ì

PRA-KATA :

“Ya....Allah, Aku Rela bila kau ambil kembali Jiwa dan Ragaku, tapi jangan dengan  Tulisanku.....!!”. 

Terucap  TERIMA KASIH KEPADA DR. H. NASARUDDIN UMAR, MA (PUREK II IAIN  - UIN  JAKARTA ) YANG BERSEDIA MENGARAHKAN TULISAN INI.  SEMOGA TULISAN  INI BERMANFAAT BAGI PARA NETTER.  (fery syifa)

 

A.           Pendahuluan

 

                        Darah dan susu, dua jenis benda cair dalam tubuh wanita sangat berpengaruh dalam sejarah kekerabatan umat manusia. Yang pertama melahirkan konsep pertalian keluarga (kinship) dan yang kedua melahirkan konsep persaudaraan (brather). Kedua konsep ini melahirkan bentuk segregasi berdasarkan jenis kelainin (gender role). Bentuk segregasi ini cenderung memberikan peran terbatas kepada kaum wanita. Salah satu pertimbangannya ialah wanita sewaktu-waktu mengalami menstruasi, sedangkan menstruasi itu sendiri dianggap sebagai sesuatu yang tabu (menstrual taboo). 1  Dalarn masyarakat primitif, tugas kaum pria adalah memburuh (hunting), sedangkan kaum wanita. yang di sekitarnya penuh daerah terlarang  menjalankan  fungsi sebagai ibu. rumah tangga ( mother hood { mother = penjaga + hood = kemah ] )

Menstruasi atau haid tidak hanya sebagai masalah biologis yang secara rutin dialami kaum wanita, tetapi juga mempunyai makna teologis yang amat penting. Menstruasi ini menjadi cikal bakal dan  salah satu penyebab  langgengnya sistem : triarki dalam sejarah umat manusia. Lebih dan itu, banyak tradisi besar yang berkembang dan bertahan hingga saat ini sesungguhnya tidak lain adalah kreasi menstruasi (menstrual creation).

                        Menstruasi dalam lintasan sejarah, dianggap sebagai suatu simbol yang sarat dengan makna dan mitos. Darahnya sendiri dianggap tabu. Hampir setiap suku bangsa, agama, dan kepercayaan mempunyai konsep perlakuan khusus terhadap menstruasi

Dalam tradisi bangsa Indonesia, menstruasi sering diistilahkan dengan "datang bulan",  "sedang kotor", "kedatangan tamu", "bendera berkibar'1 dan lain sebagainya.

Istilah-istilah seperti ini juga dikenal di belahan bumi lain. Masyarakat majupun, seperti di Amerika Serikat, Canada, dan Eropa, masih menggunakan istilah yang berbau mistik, seperti: "a crescen moon" (bulan sabit), "golden blood" (darah emas), "earth" (tanah),  "sanake" (ular), dan lain sebagainya. Istilah-istilah tersebut masing-masing mempunyai pilosofi tersendiri yang berujung kepada suatu kesimpulan bahwa menstruasi bukanlah peristiwa  fisik ­biologis semata melainkan mempunyai makna teologis.

Istilah menstruasi tidak terlepas dan  makna teologis. Kata menstruasi (mens) berasal dan  bahasa Indo-Eropa, yakni dan  akar kata manas, mana, atau men, yang juga sering disingkat menjadi Ma artinya sesuatu yang berasal dari dunia gaib kemudian menjadi "makanan" suci (divine "food") yang telah diberkahi lalu mengalir ke dalam tubuh dan memberikan kekuatan bukan hanya pada jiwa tetapi juga fisik. Mana juga berhubungan dengan kata Mens (Latin) yang kemudian menjadi kata maind (pikiran) dan moon (bulan), keduanya mempunyai makna yang berkonotasi kekuatan spiritual. Dalam bahasa Greek, Men berarti Month (Bulan). 2

Persoalan sekarang apakah konsep menstruasi ini adalah benar-benar kutukan Tuhan (divine creation) atau hanya sebagai pantulan kelemahan taraf kognitif manusia (social construction). Kalau hal itu dianggap mitos, masalah lain akan muncul karena sudah mendapat pengakuan dan  Kitab Suci. mitos yang terakomodir dalam Kitab Suci "harus" diyakini dan berada di luar ontologi sains.

                   Persepsi orang terhadap menstrual taboo tidak hanya pada suku-suku bangsa tertentu, tetapi menurut penelitian Hays dalam bukunya yang terkenal "The Dangerous Sex, perlakuan menstruasi bersifat universal di berbagai tempat.

 

B.     Asal-usul Darah Menstruasi

 

          Darah menstruasi muncul bersamaan dengan terjadinya peristiwa dosa asal (original sin). Seperti diceritakan dalam Bibel bahwa akibat rayuan Hawa/Eva maka Adam lengah dan memakan buah terlarang itu, dan akibatnya keduanya menerima kutukan.

Dalam Bibel jelas ditegaskan bahwa:

"Manusia itu menjawab: "Perempuan yang kamu tempatkan di sisihku, dialah yang memberi dan  buah pohon itu kepadaku, maka kumakan".

Dalam  Kitab Talmud (Eruvin l00 b) disebutkan bahwa akibat pelanggaran Hawwa/Eva di Sorga maka kaum wanita secara keseluruhan akan menanggung 10 beban penderitaan:

1.   Wanita akan mengalami siklus menstruasi, yang sebelumnya Hawwa/Eva tidak pernah mengalaminya.

2.   Wanita yang pertama kali melakukan persetubuhan akan mengalami rasa sakit.

3.  Wanita akan mengalami penderitaan dalam mengasuh dan memelihara  anak-anaknya. Anak-anak membutuhkan perawatan, pakaian,  kebersihan,  dan pengasuhan sampai dewasa. Ibu merasa risih manakala pertumbuhan anak­-anaknya tidak seperti yang diharapkan.

4.    Wanita akan merasa malu terhadap tubuhnya sendiri.

5.    Wanita akan merasa tidak leluasa bergerak ketika kandungannya berumur    tua.

6.    Wanita akan merasa sakit pada waktu melahirkan.

7.    Wanita tidak boleh mengawini lebih dan  satu laki-laki.

                  8.    Wanita masih akan merasakan hubungan seks lebih lama sementara  suaminya sudah tidak kuat lagi.

9.   Wanita sangat berhasrat melakukan hubungan seks terhadap suaminya,   tetapi amat berat menyampaikan  hasrat  itu kepadanya.

l0.   Wanita lebih suka tinggal di rumah.

 

Mungkin banyak kaum wanita dewasa ini tidak sadar kalau poin pertama sampai terakhir bukan sekedar peristiwa alami, tetapi oleh orang-orang yang mempercayai kitab itu diyakni sebagai bagian dan"kutukan" Tuhan terhadap kesalahan Hawa/Eva

Orang-orang yang sedang menjalani masa haid mendapat perlakuan khusus,  termasuk dikucilkan dari  masyarakat bahkan dari lingkungan keluarganya sendiri. Oleh karena wanita haid penuh daerah terlarang dan sebagian hidupnya harus dihabiskan di daerah pengasingan, maka kaum wanita dengan sendirinya tidak bisa mendapatkan peran sosial. Kaum pria juga mendapatkan kutukan tetapi tidak seberat dengan yang dialami kaum wanita. Kutukan tersebut adalah  sebagai berikut:

 

1.  Sebelum terjadi kasus pelanggaran (spiritual decline) postur tubuh laki-laki lebih tinggi dari  pada bentuk normal sesudahnya.

2.   Laki-laki akan merasa lemah ketika ejakulasi.

3.   Bumi akan ditumbuhi banyak pohon berduri.

4.   Laki-laki akan merasa susah dalam memperoleh mata pencaharian.

5.  Laki-laki pernah makan rumput di lapangan rumput bersama binatang ternak, tetapi Adam memohon kepada Tuhan agar kutukan yang satu ini dihilangkan.

6.   Laki-laki akan makan makanan dengan mengeluarkan keringat di alisnya.

7.   Adam kehilangan ketampanan menakjubkan yang telah diberikan oleh Tuhan  kepadanya.

8.   Ditinggalkan oleh ular yang sebelumnya telah menjadi pembantu setia lak-laki.

9.   Adam dibuang dari  taman syorga dan kehilangan status sebagai penguasa jagat raya.

l0.   Laki-laki diciptakan dari  debu dan akan kembali menjadi debu. Ia ditakdirkan untuk mati dan dikubur.

Kutukan yang ditimpakan kepada kaum laki-laki, selain lebih lunak kutukan itu langsung atau tidak langsung  juga menimpa kaum wanita. Sebaliknya, kutukan terhadap wanita lebih berat dan monumental serta hanya dialaminya sendiri, tidak dialami kaum laki-laki.

Dalam Bibel juga disebutkan dalam Kitab Kejadian (3:16): "FirmanNya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu mengandung akan sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu;  ... dan suamimu  akan berkuasa atasmu"6.

Al-quran mempunyai pandangan optimistis terhadap kedudukan dan keberadaan wanita dalam hal ini. Semua ayat yang membicarakan tentang Adam dan pasangannya ( Zauj/pair ), sampai keluar bumi, selalu menekankan kedua belah pihak dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang ( dlamir mutsanna ), seperti kata huma misalnya : kedua memanfaatkan fasilitas sorga ( Q.S.Al Baqarah/2:35 ), mendapat godaan yang sama dari syaitan ( Q.S.Al-Araf/7:20 ),sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat terbuang ke bumi (7:22),  sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan (7:23). Setelah di bumi, antara satu dengan lainnya saling melengkapi, mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka (Q.S.Al­Baqarah/2: 187).

 

 

Darah dan Wanita

 

          Darah dan wanita, dua hal yang tak terpisahkan. Selain darah kutukan (menstrual taboo)  sebagaimana disebutkan tadi, darah (blood) juga mempunyai makna  teologi lain, yaitu  dianggap sebagai simbol "kekuatan hidup" (the force of life). Dalam banyak upacaya ritual dan sakramen, darah seringkali menjadi unsur peting di dalamnya.

          Darah adalah unsur penting dalam penciptaan dan  kehidupan manusia.  Tidak heran kalau di kemudian hari  muncul teologi darah yang membahas tentang:  Dari  mana asal usul darah? Kapan darah itu muncul dan mengalir kedalam tubuh?  Bagaimana masuknya ke dalam tubuh? Bagaimana pula asal usul darah haid? Perhatikan dalam sebuah acara kebaktian Kristen di gereja. Anggur merah disimpan dalam satu tempat khusus sebagai simbol darah Sang Perawan Ibunda Maria7

 

Bulan dan Wanita

 

Bulan dan wanita dalam berbagai mitologi sangat dekat. Dalam mitologi Mesir Kuno bulan dilukiskan sebagai "Ibu Alam Semesta"  (The Mother of Universe")  karena mempunyai cahaya yang membawa kesuburan dan sangat penting dalam kelangsungan hidup mahluk hidup.8

Maria (Maryam), Ibu Jesus (Nabi Isa) sering dilukis dengan bulan sabit di kakinya sebagai simbol kesetiaan antara wanita dan bulan. Dewa Isis dipercaya selalu turun mandi pada saat bulan sabit. Dalam sejarah Mesir Kuno ada yang menganut faham Dewi Tiga Serangkai (Triple Goddess), yaitu Si Bungsu atau Si Gadis Perawan (Maiden), menjadi Ratu pada bulan sabit, Si Pengantin Baru (Bride) menjadi simbol untuk bulan purnama dan juga sebagai simbol kesuburan, penuh kreatifitas dan menjadi Ratu saat bulan purnama. Bulan purnama berangsur-angsur akan memudar dan pada saat itu muncul bulan tua (Crone) menjadi Ratu di antara Bulan Purnama dan Bulan Sabit. Yang terakhir ini menjadi simbol Dewa kematian dan kegelapan.9

Dalam kepercayaan Hellinistik, alam makrokosmos mempunyai hubungan kausalitas dengan alam mikrokosmos. Prilaku benda-benda alam (planet)  di alam makrokosmos memberikan pengaruh teradap lingkungan alam dan lingkungan sosial di alam makrokosmos yang dihuni umat manusia. Demikian pula sebaliknya, prilaku di alam makrokosmos juga dipengaruhi oleh prilaku alam makrokosmos.

Sebagai contoh, prilaku bulan menjadi pertanda pada biosfer yang ada di bumi, seperti kejadian pasang surut air laut dapat difahami melalui siklus peredaran bulan purnama. Peredaran bulan sabit dihubungkan juga dengan siklus menstruasi wanita. Menjelang muncul bulan sabit,  terlebih dahulu diawali  dengan kegelapan dan ketidakpastian.Fenomena ini diartikulasikan kepada kaum wanita bahwa menjelang menstruasi, ia mengalami suasana fisik dan psikis yang lebih sensitif, mudah tersinggung (fragile ligh dan merasa tidak menentu (unfocused).10

Di Inggris dan di Perancis, masih banyak kelompok masyarakat mempercayai adanya hubungan causalitas antara prilaku bulan dalam alam makrokosmos dan prilaku lingkungan hayati di bumi.Pendudukdibeberapa kepulauan di Inggris menunggu bulan purnama untuk memetik buah-buahan.11 Di Perancis dan Kanada sampai sekarang masih banyak   warganya setiap bulan  membuat atau menghadirkan kue.iroti "bulan sabit"  (croissants)12  Di Perancis dan daerah Quebec, Kanada kue seperti itu masih dapat ditemukan di berbagai restauran. Beberapa negara di Asia, seperti India, Cina, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, siklus peredaran bulan masih digunakan sebagai pedoman dalam bercocok tanam.

Tidak terkecuali masih banyak kaum wanita menjadikan sikius peredaran bulan  dalam menentukan kalender masa haidnya

Bangsa Arab sebelum datangnya Islam, masih banyak kepercayaan yang menganggap bulan sebagai dewa yang sangat berpengaruh, dan menurut Owen, dan  sinilah sebabnya mengapa bendera Islam semenjak dahulu kala sampai sekarang menjadi lambang "Palang Merah" Islam selalu dilambangkan dengan bulan sabit.13

Bendera (flags) juga sering menjadi simbol menstruasi, seperti kaum wanita di Timur-Tengah dan di Indonesia, seringkali menganalogikan diri  dengan bendera yang sedang berkibar manakala sedang mengalami menstruasi.

 

 

Beberapa Contoh Menstrual Creation

 

1. Kosmetik

Menstruasi dalam lintasan sejarah, sangat mempengaruhi prilaku dan etos kerja wanita. Mulai prilaku seksual, masak-memasak,  sampai kepada prilaku sehari-hari seperti merias diri, memilih warna pakaian, berjalan, tidur, makan, memilih posisi tempat duduk, dan lain sebagainya. Semuanya harus mengikuti aturan, bukan saja agar darah itu tidak tercemar tetapi juga agar tidak terjadi pelanggaran terhadap yang tabu itu.

Hampir semua agama, kepercayaan, dan adat istiadat di berbagai belahan bumi tidak mentolerir hubungan seksual pada saat menstruasi.  Kalangan Yahudi dan Kristen mempercayai beberapa jenis makanan tidak boleh disentuh, terutama makanan atau minuman yang mengandung alkohol pada saat menstruasi, karena makanan itu akan tercemari.

Kata kosmetic itu sendiri berasal dan  bahasa Greek, cowetikos yang arti dan konotasinya erat dengan kata cosmos yaitu prihal keteraturan bumi.  Kata itu juga berhubungan dengan kata cosmology, yang menunjuk kepada kajian astronoini tentang keserasian antara ruang dan waktu (space-time relationship) yang juga menjadi sasaran kajian metafisik. Istilah lain yang erat hubungannya dengan kata itu ialah kata cosmogony yang berarti diskripsi tentang asal-usul alam semesta (discription of the origin of the universe). Juga dengan kata cosmography berarti diskripsi tentang keserasian lingkungan alam. Istilah "kosmetik" yang sekarang menjadi alat kecantikan wanita lebih dekat kepada  kata cosmetikos tadi, yang berarti sesuatu yang harus diletakkan pada anggota badan wanita guna menjaga terpeliharanya keutuhan lingkungan alam.14

Kepercayaan terhadap menstrual taboo menuntut kaum wanita untuk menggunakan berbagai tanda dan isyarat kepada anggota badan tertentu agar segenap anggota masyarakat terhindar dan  pelanggaran terhadap menstrual taboo. Pada mulanya tidak sembarang orang dapat menggunakan kosmetik, hanya wanita yang sedang menstruasi. Anak-anak yang belum mengalami menstruasi,  orang tua yang sudah menapouse, apa lagi kaum laki-laki, tidak lagi harus menggunakan kosmetik. Perkembangan berikutnya memberikan makna tersendiri terhadap penggunaan kosmetik, seperti sekarang, seolah-olah tidak sah menjadi wanita tanpa kosmetik.15

Cara orang mengenakan kosmetik mempunyai corak dan tata cara tersendiri   di setiap daerah.  Penduduk asli Australia mengoleskan darah haid atau zat-zat yang berwarna merah ke bibir dan pipinya seraya melakukan berbagai upacara ritual. Hal yang sama juga dilakukan oleh beberapa suku di Brazil dan Afrika. Wanita suku Cheyenne Indian yang mengalami menstruasi pertama dioleskan cat warna merah ke sekujur tubuhnya kemudian diasingkan selama tujuh hari  di gubuk kecil yang tertutup rapat, yang lebih dikenal dengan menstrual but. Di Cina dan India, wanita yang sedang menstruasi memberikan cat merah di antara dua keningnya. Wanita yang mengalami menstruasi pertama di Nigeria menggunakan cosmetik kemerah-kerahan di mukanya sebagai pertanda bahwa dirinya sudah dewasa. Di Scotlandia dan Canada, wanita menstruasi membubuhi tatto sekujur anggota badannya dan  kepala sampai  kaki sebagai pertanda bahwa dirinya sedang menstruasi. Di Amerika bagian Selatan dan beberapa suku di Afrika, wanita semacam itu mengenakan pita atau dasi kupu-kupu warna kemerah-merahan dirambutnya. Di Asia Tenggara, Daerah Pasific Selatan, dan Amerik bagian Selatan, wanita menstruasi   memakai gigi logam yang berwarna kemerah-merahan. Di India, Asia bagian Tengah pada umumnya,  Eropa pada umumnya,  dan Afrika bagian Utara, mencelup rambutnya dengan zat warna-warni, memberi warna jari-jari  tangan dan jari-jari kakinya dengan daun pacar 16.  

Model perhiasan menstruasi berikutnya semakin berfariasi,  tetapi masih tetap berfungsi sebagai isyarat tanda bahaya (signals of warning) agar tidak terjadi pelanggaran terhadap menstrual taboo tadi.

Pada kelompok masyarakat yang sudah mulai mengenal teknologi sederhana, bahan-bahan kosmetik itu sudah mulai di perjual belikan. Seperti zat pewarna merah (lipstik) yang unsurnya terbuat dan  kulit kayu, ada juga membuat semacam stikker berwarna merah yang dapat ditempelkan pada anggota badan tertentu.

Masyarakat Jiperu, Peru, kaum wanita memberikan lobang di bagian bibir guna memudahkan pemasangan "kosmetik". Wanita Afrika memberikan cat merah dan  kulit kayu tertentu yang berbentuk segi empat melingkar di bibirnya. Beberapa suku di berbagai belahan bumi, seperti di Afrika, membuat alat penutup dan  bahan tertentu terhadap organ tubub yang berlobang,  seperti mulut, hidung, telinga, dan vagina. Perhiasan yang dipasang dengan cara memberi lobang di bagian telinga,  kemudian memasang benda-benda keramat tertentu, semuanya itu dimaksudkan untuk mencegah masuknya "roh jahat" (evil spirits) ke dalam tubuh, yang dapat membawa penyakit, khususnya pada masa menstruasi.

                Penggunaan cincin dan permata digunakan belakangan,tetapi masih tetap dianggap sebagai kreasi menstruasi (menstrual creation). Masyarakat India mengenakan permata di bagian hidung untuk "mengamankan" diri  dan  marabahaya

melalui lobang hidung. Penggunaan kosmetik dan  barang-­barang yang bertuah diyakini dapat mencegah pemakainya dan berbagai musibah dan kejahatan.17

Sesudah menstruasi, kaum wanita melakukan upacara ritual  menurut berbagai agama dan kepercayaan. Agama Hindu memberikan tuntunan kepada kaum wanita agar tiga hari pertama menstruasi adalah hari  yang sangat taboo dan harus betul-betul waspada; sesudah itu dapat dianggap bersih dan bergaul  kembali  dengan  keluargnya.18   Agama Islam menetapkannya seminggu masa haid dan sesudahnya kaum wanita sudah dianggap bersih jika sudah mandi. Darah yang keluar sesudah hari  kesepuluh dianggap darah penyakit biasa ( istihadlah ).

Setelah melampaui masa menstruasi kaum wanita dituntut untuk membersihkan dirinya dengan tatacara tertentu. Harus mandi dan merapikan rambut dengan menggunakan sisir  yang juga berasal dan  benda-benda tertentu, seperti dan kerangka tulang ikan tertentu dan tulang belulang atau tanduk rusa. Sisir  (cumb) dan wanita adalah bagian yang tak terpisahkan.  Kata (cumb)  itu sendiri berasal dan bahasa Latin dan Greek yang selain berarti sisir juga berari vulva,  alat kelamin wanita,  karena menurut sejarahnya sisir juga termasuk menstrual creations

Di Pedalaman Eropa, Asia Tengah, dan Afrika Utara, sampai sekarang masih mempercayai tatapan mata perempuan yang sedang menstruasi (menstruant's gaze) mempunyai kemampuan untuk menimbulkan berbagai bencana. Tatapan mata, yang biasa disebut mata "iblis" (the evil eye),  dapat menyebabkan masakan menjadi busuk (basi), menggagalkan panen, bayi-bayi menjadi sakit, dan lain sebagainya.19 Di Maroco masih populer apa yang disebut dengan tseuheur20, semacam santet di Jawa,  suatu upaya supernatural guna membinasakan seseorang.  Salah satu unsur penting dan tseuheur ini diambil dan  darah mens.

Mengingat tatapan mata menstruasi sangat berpotensi membawa malapetaka, maka wanita yang sedang menstruasi tidak cukup hanya mengenakan "kosmetik" tetapi ia harus mengasingkan diri  dan  suatu gubuk pengasingan (menstrual hut), seperti yang dilakukan penduduk asli Amerika dan beberapa daerah di Timur-Tengah pada zaman dahulu. Bahkan ada  kelompok  masyarakat  yang  mengasingkan  dan menyembunyikan wanita mens ke dalam goa, terpisah jauh dan keluarga dan masyarakat umum, seperti penduduk pegunungan Caucasus, di pegunungan sekitar Rusia.

Cara lain untuk mengatasi "si mata Iblis" ialah dengan memberikan makeup dan bayangan-bayangan mata (eye shadws') di sekitar mata. Di Asia bagian tengah dan Afrika Utara sudah sejak lama mengenal zat-zat khusus lebih praktis yang dapat digunakan manakala wanita sedang menstruasi. Di Cina dan Mesir juga sudah sejak dahulu kala mengenal celak mata, berupa cat warna ke sekitar mata.

Dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, celak mata sudah populer sejak dahulu. Wilayah Indonesia yang berada di cekung Pasifik, sudah dikenal sebagai daerah transit sejak abad ke empat masehi. Para saudagar Arab yang ke Cina, demikian pula sebaliknya, pedagang Cina ke Arab, menjadikan Indonesia sebagai tempat persinggahan untuk mengambil air minum. Boleh jadi semenjak itu alat-alat kosmetik sakral diperkenalkan di wilayah Indonesia, karena salah satu komoditas perdagangan antara Cina dan Arab ketika itu adalah industri rumah tangga, seperti parfum dan alat-alat cosmetik.

 

2.      Slop, Sandal, dan Sepatu

 

Salah satu menstrual creations yang patut disinggung di sini ialah sandal, slop, sandal dan sepatu. Dahulu kala orang-orang tidak mengenal sandal dan sepatu. Mereka pergi ke mana-mana tanpa menggunakan alas kaki. Akan tetapi setelah  kepercayaan terhadap menstrual taboo berkembang, maka masyarakat berusaha menolak bala dengan memperhatikan faktor-faktor yang dianggap tabu. Bila terjadi bencana dan malapetaka di dalam keluarga, masyarakat, atau lingkungan alam,  maka hal itu diyakini sebagai akibat adanya pelanggaran terhadap yang tabu.

Beberapa kelompok masyarakat mencegah sama sekali wanita haid menginjakkan kaki di tanah, karenanya harus memakai alas kaki kalau mau berjalan di atas tanah. Belakangan muncullah istilah sandal,  slop,  dan sepatu dengan berbagai macam model dan bahan yang bermacam-macam. Di Mesir, selain menggunakan sandal, slop atau sepatu, wanita haid juga harus mengguanakan gelang di kaki yang berasal dan  benda-benda tertentu yang dianggap bertuah untuk mencegah polusi (menstrual poll utions. Tradisi gelang kaki, sandal, dan sepatu bagi wanita haid juga dikenal di Cina, Zaire, dan pedalaman Eropa.21

Di beberapa daerah tertentu wanita haid harus menggunakan sepatu besi, selainberat juga berukuran lebih kecil dan runcing di bagian depan. Hal itu dimaksudkan agar wanita haid tidak bisa berjalan jauh ke mana-mana.

 

3.      Pondok haid, Kerudung, cadar, dan sejenisnya

 

Pondok haid (menstrual hut) adalah suatu pondok khusus yang dibangun jauh dan  perkampungan, diperuntukkan untuk wanita yang sedang menjalani menstruasi. Pizza Hut, yang dapat dijumpai di rest area di Amerika dan Eropa adalah suatu bangunan tidak terlalu besar dan atapnya berwarna merah, di dalamnya dihidangkan jenis makanan Pizza, yang juga penuh campuran kemerah-merahan, merupakan suatu bentuk kenangan tersendiri dan  suasana menstrual hut.

 

Upaya lain dalam mengamankan pancaran dan tatapan mata dan   Si  mata  "iblis" adalah dengan menggunakan kerudung/cadar (hoods/veils) yang dapat membatasi tatapan mata.  Kalangan antropolog berpendapat menstrual  taboo inilah yang menjadi asal-usul penggunaan kerudung atau cadar. Kerudung atau semacamnya bukan berawal dan diperkenalkan oleh Agama Islam dengan mengutip "ayat-ayat jilbab"22 dalam Al-Qur'an dan hadits-hadits tentang aurat. Jauh sebelumnya sudah ada konsep kerudung/cadar (veil) diperkenalkan dalam Kitab Taurat (Torah),23 kitab suci Agama Yahudi dan  dalam Kitab Injil (BibIe),24 kitab suci agama Kristen. Dalam vocabulary Arab-Islam juga dikenalbeberapa istilah, seperti pakaian penutup anggota badan secara keseluruhan ialah: jilbab, lihaf, inilhafah, idzr, dir' dan pakaian yang khusus menutup bagian leher ke atas dikenal:  khimar, niqab, burqu', qina',a.

 

Menurut Epstein, cadar sudah dikenal jauh sebelum Kitab Taurat di beberapa suku bangsa.  Dalam Hukum Kekeluargaan Asyiria (Assyrian Code) sudah ditemukan peraturan mengenai kerudung/cadar bagi wanita:

The tradition that women veil themselves when they go out in publik is very old in the orient. Probably the first reference is to be found in the Assyirian Code, where it is ruled that wives, daughters, widows, wen going out in public, must be veiled. 25

 

(Tradisi penggunaan kerudung  ke tempat-tempat umum sudah belangsung sejak dahulu kala di Timur. Kemungkinan referensi paling pertama ditemukan ialah di dalam hukum Asyiria,  yang mengatur bahwa:  isteri,  anak perempuan, janda,  bilamana pergi ke tempat-tempat umum harus mengguanakan kerudung).

Penggunaan cadar atau kerudung pertama kalinya, menurut kalangan antropologis,  bukan berawal dan  perintah dan ajaran kitab Suci, tetapi dan  suatu kepercayaan yang beranggapan bahwa "simata Iblis"  ( the evil eye) harus dicegah di dalam melakukan aksinya dengan cara menggunakan cadar.26

          Penggunaan cadar/kerudung (hood)27  pertama kali dikenal sebagai pakaian yang digunakan bagi wanita yang mengalami menstruasi guna menutupi pancaran mata terhadap cahaya matahari dan sinar bulan. Pancaran mata tersebut diyakini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan bencana di dalam lingkungan alam dan lingkungan masyarakat.

Penggunaan kerudung/cadar semula dimaksudkan sebagai pengganti "gubuk pengasingan", bagi keluarga raja atau bangsawan. Keluarga tersebut tidak harus lagi mengasingan diri di dalam gubuk pengasingan tetapi cukup menggunakan pakian khusus yang dapat menutupi anggota badan yang dianggap sensitif. Dahulu kala wanita yang menggunakan cadar adalah jelas dan  keluarga bangsawan atau orang-orang yang terhormat. Modifikasi menstrual hut menjadi cadar (menstrual hood) juga dilakukan di New Guinea, British Columbia, Asia, dan Afrika bagian Tengah, Amerika bagian Tengah,  dan  lain  sebagainya,  seperti  juga  pernah dipopolerkan salah seorang keluarga Ratu di Kepulauan Charlotte.

Bentuk dan bahan cadar juga berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Bentuk cadar di Asia agak lonjong menutupi kepala sampai pinggang dan bahannya juga bermacam-macam; ada yang dan  serat kayu yang ditenun khusus dan ada yang dan  wol yang berasal dan  buluh domba 28.

Selain mengenakan cadar wanita haid juga menggunakan zat pewarna hitam (cilla') di daerah sekitar mata guna mengurangi ketajaman pandangan mata. Ada lagi yang menambahkan dengan memakai kalung dan  bahan-bahan tertentu seperti dan  logam, manik-manik, dan bahan dan  tengkorak manusia.

 

 

 Wacana Jilbab dan Menstrual Creation

 

Diskursus mengenai cadar, jilbab, kerudung dan semacamnya, sesungguhnya bukan persoalan baru dalam sejarah kaum wanita.  Masyarakat tradisional dahulu kala sudah pernah muncul perdebatan seru. Apakah boleh wanita yang bukan bangsawan menggunakan cadar/kerudung   sebagai pengganti pengasingan di gubuk menstruasi. Agama Yahudi dan selanjutnya dalam agama Keristen, dua agama besar sebelum Islam juga telah mewajibkan penggunaan kerudung bagi kaum wanita. Yang jelas tradisi penggunaan kerudung, jilbab, dan cadar sudah ada jauh sebelum ayat-ayat jilbab diturunkan.

Hanya saja diskursus jilbab dalam Islam agak berbeda dengan agama dan kepercayaan sebelumnya. Sebagaimana halnya ayat-ayat haidh, ayat-ayat mengenai jilbab atau hijab dalam Al-Qur'an (Q.S.Al-Ahdzab/33:59 dan Q.S.Al-NU/24:31)

tidak berbicara dalam konteks teologis,  dalam arti dikaitkan dengan asal-usul darah sakral menstrual taboo, sebagaimana  dalam agama  Yahudi  dan  Kristen  serta kepercayaan aminisme.

Ayat-ayat jilbab dan hijab berbicara dalam konteks budaya masyarakat setempat, yang penekanannya kepada persoalan etika, hukum, dan keamanan masyarakat di mana ayat itu di turunkan. Seperti diketahui bahwa ayat-ayat hijab,  jilbab, dan umumnya yang berbicara tentang kekhususan wanita, turun antara tahun ketiga dan ketujuh hijriyah. Tahun-tahun ini adalah tahun kritis dalam komunitas masyarakat muslim di Madinah. Baru saja terjadi tragedi Perang Uhud di mana kaum muslimin menderita kekalahan berarti, lalu disusul dengan berbagai peperangan sporadis lainnya. Situasi masyarakat Madinah berada dalam suasana tidak aman karena perang yang berkepanjangan.29 Meskipun deinikian, tidak berarti penggunaan jilbab, cadar, atau semacamnya sudah dapat ditinggalkan manakala situasi sudah aman. Jilbab dan semacamnya tetap merupakan ajaran Islam yang perlu diindahkan, setidaknya jilbab akan menjadi ajaran etika dan estetika (tahsiniyyah). Doktrin Islam sebenarnya bukan pada jilbabnya tetapi fungsi jilbab itu untuk menutup aurat, yaitu menutup anggota badan tertentu yang dianggap rawan dan dapat menimbulkan fitnah. Ketika masa Nabi aurat itu didefinisikan dengan seluruh anggota badan kecuali muka, telapak tangan, dan telapak kaki untuk wanita dewasa, sedangkan untuk pria yaitu antara lutut dan pusat. Baik dalam Hadis maupun kitab-kitab Fikih, pembahasan mengenai aurat muncul dalam bab shalat. Semua ulama sepakat menutup aurat pada waktu shalat hukumnya wajib berdasarkan sunnah fi'liyah. Sedangkan di luar shalat masih terdapat perbedaan ulama. Ditemukan riwayat beberapa wanita dalam kondisi tertentu tidak menggunakan "kostum shalat" jilbab itu, seperti wanita-wanita di medan perang,sahabat-sahabat nabi yang miskin meminjam costum shalat orang lain karena tidak punya kain yang lebar.

Dalam soal tradisi hijab  menarik untuk diperhatikan komentar Navabakhsh,  seorang penulis Iran,  sebagaimana dikutip Mustafa Hashem Syarif bahwa:

(Semula A1-Qur'an sendiri tidak menetapkan kapan wanita harus dihijab dan  lingkungan laki-laki. Kata Hijab -dalam arti pengucilan wanita- tidak dikenal sebagai  suatu fenomena sosial historis pada masa Rasulullah. Hijab ketika itu lebih sering diassosiasikan dengan dengan gaya wanita kelas atas di kalangan masyarakat petani dan para pendatang dan merupakan bagian dan  tradisi pra-Islam di Syiria dan merupakan adat di kalangan orang-orang Yahudi, Kristen, dan Orang-orang Sasania).

 

Lebih lanjut Navabakhsh menjelaskan bahwa wanita­-wanita bangsawan sudah mulai menggunakan cadar (chador dalam bahasa Persi berarti "tenda"/tent) di tempat-tempat umum sejak Dinasti Hakhamanesh, kemudian di ikuti oleh beberapa tradisi kerajaan di bawah Kerajaan Persia pada tahun 500 SM. Pada masa ini wanita bangsawan dikucilkan dan  laki-laki (selain sanak keluarganya) dan jika bepergian diangkut dengan kereta yang tertutup.31

Al-Zarkasy (W.794/1344) juga telah mengemukakan bukti bahwa beberapa kota penting di zaman Romawi dan Greek sudah menggunakan kostum yang menutupi seluruh anggota badan kecuali satu bola mata untuk melihat.32 Uraian lebih detail mengenai kedudukan jilbab (veil) dibahas secara mendalam oleh Fatimah Nernissi dalam bukunya yang terkenal Beyond the Veil: Male-Female Dinainics in a Modern Society.

Wacana mengenai jilbab dalam dunia Islam sering kali tidak proporsional. Jilbab dan hijab yang semula hanya merupakan fenomena etika dan budaya kemudian lebih banyak menjadi isu politik dan teologi. Rezim  fundamentalis dan modernis selalu menjadikan hijab dan jilbab sebagai isu politik penting dalam dunia Islam.

Ketika Kemal Ataturk dan  rezim nasionalis/modernisberkuasa di Turki, maka tidakan pertamanya melarang penggunaan bahasa Arab dan   segala bentuk busana yang berciri  Arab  di  Turki.  Akan  tetapi  ketika  Rezim fundamentalis menang dalam Pemilu maka yang pertama kali dilakukan ialah peraturan yang ketat terhadap wanita. Peran sosial politik wanita menjadi berkurang bahkan  cenderung "dirumahkan". Iran di bawah Khomeini, Pakistan di bawah Ziaul Haq, dan yang terakhir kaum fundamentalis Al-Jazair dan Mesir mengangkat pula isu-isu mengenai "kebebasan" wanita.

Mencuaknya persoalan jilbab atau hijab seringkali yang menonjol bukan aspek etik, estetik,  dan hukum memakai jilbab, tetapi aspek ideologi yang ada dibelakang komunitas jilbab itu. Para penguasa seringkali "memantau" komunitas pemakai jilbab karena komunitas tersebut sering "didekati" oleh kekuatan ideologi tertentu.  Ketika Jilbab tampil sebagai hanya fenomena estetik-religious maka jilbabpun tidak menjadi masalah. Jilbab bisa masuk SMA Negeri, ikut upacara korpri, masuk laboratorium, dan menjadi sekretaris.

 

Perlakuan terhadap Wanita Haid

 

Ajaran dan tradisi agama Yahudi terhadap menstruasi sangat tegas. Wanita yang sedang menstruasi harus meinisahkan din  secara fisik terhadap keluarga dan suaininya, sebgaimana ditegaskan dalam Taurat:

"When a woman has flow of blood, where blood flows from her body, she shall be a niddah for seven days (Bilamana seorang wanita sedang menstruasi, ketika darah mengucur dan  tubuhnya, maka ia wajib melakukan peinisahan din  ( niddah )34 selama tujuh hari ).

Dalam ajaran agama Yahudi, seseorang yang sedang berada dalam status niddah tidak dibenarkan melakukan kontak dengan masyarakat  luas  sebagaimana biasanya,terlebih tidak dibolehkan melakukan sembahyang, karenaorang tersebut dianggap kotor. Nanti dianggap bersih bila mereka telah melakukan upacara pemberishan dengan cara mencemplungkan din  ke dalam air sakral yang disebut dengan inikveh.35

Perempuan yang sudah melakukan dapat melakukan kontak dengan suami dan keluarganya. Dalam tradisi Agama Yahudi setiap bulan pada setiap keluarga melakukan upacara inikveh, sehingga muncul istilah dalam tradisi masyarakat Yahudi:

"Inikvah adalah bagaikan bulan madu setiap bulan" (Inikveh is like a honeymoon every 'iionth), karena suami isteri dan anak-anak dapat berkumpul kembali dalam suasana keakraban. Akan tetapi begitu isteri sedang menstruasi suasana seperti tadi menjadi buyar, karena sang isteri harus menjalani masa haid di tempat yang terpisah dengan keluarganya.

Masyarakat Yahudi memandang menstruasi itu sebagai masalah yang prinsip, karena dalam ajaran agama Yahudi dan Kristen, sikius menstruasi bagi perempuan dianggap sebagai kutukan Tuhan (divine creation)   terhadap Hawa yang dianggap penyebab terjadinya pelanggaran di dalam syorga.

The menstrual cycle is a divine creation originally given to Eve as aresult of her sin in the Garden of Eden.36

(Siklus menstruasi adalah ciptaan Tuhan semula ditujukan kepada Hawa sebagai akibat dan  dosa yang dilakukannya  di Taman Syorga).

Setelah peristiwa di Syorga itu terjadi, Tuhan menurunkan keduanya ke bumi, Adam dan Hawa hidup terpisah, sekalipun selanjutnya bertemu kembali. Sebelum keduanya diturunkan ke bumi, terlebih dahulu Tuhan mengambil unsur penting di dalam syurga berupa air, yang diambil-Nya dan salah satu dan  empat sungai di syurga. "Air kehidupan" (lifing waters) itu sangat penting artinya dalam kehidupan dan perkembangan umat manusia dan itulah yang disebut inikveh. Setiap perempuan yang baru menjalani menstruasi harus membersihkan din  dengan inikveh. Menstruasi adalah .lambang kematian (mortality), karena ketika perempuan haid indung telur dan lapisan uterus yang sangat penting artinyapensucian din  sesudah menstruasi lewat inikveh sangat penting karena seusai menstruasi terdapat potensi kehidtipan (fertility)37 

Tujuh hari dalam siklus menstruasi mempunyai makna inistik dalam tradisi agama Yahudi,  yaitu tujuh han penciptaan bumi. Pada hari ke tujuh Tuhan menciptakan Sabbath (the Sabbath), yaitu unsur transendensi fisik bumi, di mana alam ini tidak akan komplek tanpa unsur tersebut. Jadi angka tujuh menyimbolkan penyatuan anatra unsur fisik dan unsur spiritual dalam alam semesta ini.38

 

 

Haidl dalam Islam

 

Istilab menstruasi dalam literatur Islam disebut haidl.39  Dalam A1-Qur'an hanya disebutkan empat kali dalam dua ayat, sekali dalam bentuk fi'il mudlari'/present and future (yahidl)  dan  tiga  kali  dalam  bentuk  isim mashdar/gerund (al-mahidl).40 Dan  segi penamaan saja, kata ha;dl sudah lepas dan  konotasi teologis seperti agama­-agama dan kepercayaan sebelumnya. Masalah haidh dijelaskan dalam Q.S.Al-Baqarahayat/2:22

(Mereka bertanya kepadamu  (Muhammad)  tentang haidh. Katakanlah:  "Haidl itu adalah 'kotoran'" oleh karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri  dan  wanita di waktu haidl; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri).

Sebab turunnya ayat itu dijelaskan dalam Hadis riwayat Imam Ahmad dan  Anas, bahwa bila mana perempuan Yahudi sedang haidh, masakannya tidak dimakan dan tidak boleh berkumpul bersama keluarga di rumahnya. Salah seorang sahabat menanyakan hal itu kepada  Nabi, kemudian Nabi berdiam sementara maka turunlah ayat tersebut di atas. Setelah ayat itu turun, Rasulullah bersabda "lakukanlah segala sesuatu (kepada isteri yang sedang haidh) kecuali bersetubuh". Pernyataan Rasulullah ini sampai kepada orang­orang Yahudi, lalu orang-orang Yahudi dan mantan penganut

orang Yahudi, lalu orang-orang Yahudi dan mantan penganut Yahudi seperti shock mendenganrkan pernyataan tersebut. Apa yang selama ini dianggap tabu tiba-tiba dianggap sebagai "hal yang alaini" (adzan). Kalangan mereka  bereaksi dengan mengatakan apa yang disampaikan oleh laki-laki itu (Rasulullah) adalah suatu penyimpangan dan  tradsi besar kita. Usaid ibn Hudhair dan Ubbad ibn Basyr melaporkan reaksi tersebut kepada Rasulullah,  lalu wajah Rasulullah berubah karena merasa kurang enak terhadap reaksi tersebut.41

Rasulullah dalam banyak kesempatan menegaskan kebolehan melakukan kontak sosial dengan wanita haidi. Rasulullah kembali menegaskan bahwa:  "Segala sesuatu dibolehkan untuknya kecuali kemaluannya (faraj)",  "Segala sesuatu boleh untuknya kecuali bersetubuh (al-jim)". Bahkan Rasulullah seringkali mengamalkan kebolehan itu dalam  bentuk  praktek.  Riwayat  lain   yang  secara demonstratif disampaikan 'Aisyah, antara lain,  'Aisyah pernah minum dalam satu bejana yang sama dalam keadaan haid, juga pernah menceritakan Rasulullah melakukan segala sesuatu selain bersetubuh (jima') sementara dirinya dalam keadaan haid, juga darah haid dan bekasnya yang terdapat dalam pakaian Aisyah, sama sekali Rasulullah tidak memperlihatkan per lakuan taboo terhadapnya.42

Jika diteliti lebih cermat, inti (meanstream)  ayat di atas sesungguhnya bukan lagi haidh-nya itu sendiri tetapi pada al-mahidl-nya atau "tempat"   keluarnya darah itu (maudhi' al-haidi),  karena Tuhan menggunakan kata al­mahidl, bukan al-haidl. Walaupun kedua kata itu sama-sama dalam bentuk mashdar/gerund tetapi yang pertama menekankan "tempat" haidh (maudhi' al-haidi) sedangkan yang kedua menekankan "waktu" dan "zat" haidh ( 'a;n al-haidl) itu sendiri.

Banyak mufassir menyamakan atau tidak menegaskan perbedaan pengertian kedua istilah tersebut.  Pada hal menyamakan atau membedakan pengertian tersebut masing-masing mempunyai makna yang berbeda, bahkan lebih jauh akan berimplementasi kepada persoalan hukum. Kalau al-mahidi diartikan sama dengan al-haidl, maka ayat tersebut  berarti jauhilah perempuan itu pada waktu haidh  artinya dilarang bergaul dan bersenang-senang,  dan ini jelas menyalahi struktur makna  yang dikehendaki Sang Mukhathab. Akan tetapi kalau yang dimaksud ayat itu ialah al-mahid dalam arti maudhi' al-haidl maka ayat itu berarti jauhilah temat haid dan perempuan itu.  Penggunaan logika yang kedua ini menjadi jelas tanpa harus lagi ada "penghapusan" (nasakh) atau pengkhususan  (takhshish). Kalau yang dimaksud al­mahidl yakni al-haidl maka akan menimbulkan kejanggalan dalam pengertian, karena yang bermasalah (adzan)   dalam lanjutan ayat itu ialah waktu haid (zaman al-haidl), bukan tempat haid (maudhi' al-haidl),  jadinya tidak logic dalam pengertian (gha;r ma'qul al-ma 'na) karena sesungguhnya yang bermasalah (adzan) ialah maudhu'-nya. Haidh itu sendiri bukan adzan karena haidh hanya diibarahkan dengan darah yang khusus.

Al-Razy dalam Tafsirnya  memberikan alternalitif lain dengan mengatakan bahwa kalimat al-mah;dl yang pertama berarti al-haidl,  sedangkan yang kedua berarti  tempat haid.44 Implementasi dan  pengertian ini ialah persoalan haid sebagaimana yang ditanyakan sahabat Nabi dan sekaligus  menjadi sabab nuzul ayat itu hanyalah persoalan fisik­biologis, tempat keluarnya darah haidh itu, bukan persoalan 'tabunya darah haid seperti yang dipersepsikan oleh umat-­umat terdahulu.

Perintah untuk "menjauhi" (fa'tazilu) dalam ayat di atas bukan berarti menjauhi secara fisik (li al-tab'id) tetapi memisahkan atau menghindarkan diri   untuk tidak berhubungan  langsung (i'tizal).  Sedangkan darah haidh disebut al-adzan  karena darah tersebut adalah darah tidak sehat dan tidak diperlukan lagi oleh organ tubuh wanita. Bahkan kalau darah itu tinggal di dalam perut akan menimbulkan masalah, karena itulah disebut adzan.

Mengenai pembersihan din  (thaharah)45 dan  haidh, dalam Islam tidak pula dikenal adanya upacara ritual khusus seperti dalam agama Yahudi dan kepercayaan-kepercayaan sebelumnya. Jumhur ulama berpendapat bahwa sesudah han ketujuh46 ia sudah dapat dianggap bersih setelah mandi, kecuali Abu Hanifah berpendapat tidak harus mandi tapi cukup membersihkan tempat keluarnya darah haid dan juga tidak perlu menunggu tujuh hari. Sekalipun kurang tujuh hari  kalau sudah merasa bersih sudah dapat melakukan ibadah secara rutin47. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Auza'iy dan Ibn Hazm.48

Dan  gambaran tersebut di atas dapat difahami bahwa ajaran Islam tidak menganut faham menstrual taboo, sebaliknya berupaya mengikis tradisi dan mitos masyarakat sebelumnya yang memberikan beban berat terhadap kaum wanita. Seperti mitos tentang wanita haid seolah-olah ia tidak dipandang dan diperlakukan sebagai manusia, karena selain harus diasingkan juga harus melakukan berbagai kegiatan ritual yang berat.

 

Penutup

 

Meskipun menstrual taboo tidak lagi populer, tetapi akibat yang ditimbulkannya masih tetap berakar dalam masyarakat. Jika Danial Bell benar bahwa agama tidak akan terasing dan  pemeluknya,  maka konsep menstruasi yang mendapat pengakuan dan  beberapa Kitab Suci akan sulit dihilangkan.

Kalau konsep menstruasi yang dinilai oleh umumnya kaum  feminis  banyak merugikan  kaum wanita sulit dihilangkan, maka alternatifnya adalah mengeliminir dampak negatif yang ditimbulkannya dengan melakukan reinterpretasi terhadap teks. Perlu dilakukan reidentifikasi, apakah teks itu mengungkapkan simbol, atau makna, atau kedua-duanya.

Dalam Islam, secara vertikal tidak ada masalah karena Kitab Sucinya sudah tidak lagi menganggap haid itu sebagai masalah teologi, melainkan hanya sebagai masalah biologi horizontal melalui tradisi lisan (oral tradition)  dan akulturasi budaya lokal,  masih ada persepsi dalam masyarakat  yang perlu diklirkan.

 

 

KARYA ILMIAH LAINNYA

 

 

 

 

 

 

 

 

Catatan Kaki

 

1.     Istilah tabu atau taboo pada darah haid menurut penelitian Steiner,  berasal dan   rumpung bahasa Polynesia. Kata ta berarti tanda, simbol mark dan kata pu atau bu adalah adverb yang menggambarkan kehebatan (intensity),  lalu diartikan sebagai  "tanda" yang sangat ampuh (marked thoroughly).  Lihat,  Franz Steiner, Taboo, London: Penguin, 1956, h. 32.   Taboo juga  sering  diartikan  dengan  "tidak  bersih" (unclean,impure), tetapi juga diidentikkan dengan  kata "suci" (holy) dan "pemali" (forbidden). Lihat Evelyn Red, Woman's Evolotion, New York, London, Montreal,

       Sydney: Pathfinder, 1993.  Menstrual taboo sudah menjadi istilah yang umum digunakan dalam buku-buku antropologi yang berbicara tentang persoalan menstruasi.

2      Lihat Lara Owen, Her Blood is Gold, Celebrating the Power  of Menstruation,  San  Francisco:  Harper SanFrancisco, 1993, h. 29

3.     Bible, E~isi bahasa Indonesia, h. 2.

4.     Lihat Rabbi DR I.Epstein (Editorship), Hebrew-English Edition of the Babilonia Talmud, Vol. II (Erubin), h.100b.

5.     Lihat Lisa Aiken, To be Jewish Woman, Northvale, New Jersey, London: Janson Aronson INC., 1992, h. 21, yang mengutipnya dan  Me'am Loez on Genesis 3:17-19.

6.     Bible, Loc. cit.

7.     Lihat Barbra Walker, The Woman's Eincyclopedia of Myths and Sacrets, San Fransisco, Harper & Row, 1983, h. 669.

8.     Ibid, h. 30-31. Bandingkan Chris Knight,  Blood

Relations, Menstruation and the Origion of Culture, New

Haven & London: Yale University Press, 1991, h. 454-455.

Lihat pula Lara Owen, Op. cit., h. 30.

9.     Lihat W. Carew Hazlitt, Faiths and Folklores of the British Isles, New York: Benjainin Bloom, 1965, h. 418.

l0.     Ibid

l1     Lara Owen, Op. cit., h. 30-31.

l2.    Uraian lebih jauh mengenal funsi anggur merah itu dapat dilihat dalam,  Owen,Ibid, 37.

13.  Pendapat Owen ini bisa dihubungkan dengan syair-syair Arab yang mengagungkan Nabi Muhammad sebagai pembawa Islam, pembawa rahmat. Termasuk.nyanyian selamat datang dan  penduduk Yatsrib (Madinah ke pada Nabi Muhammad ketika beliau hijrah ke sebagaimana  yang dipopulerkan dalam berjanji: Anta Syamsun anta badrun, anta nurun fauqa nurun. (Engkau bagaikan matahari dan bulan, engkau cahaya di atas: cahaya).

14.   Lihat Judi Grahn, Blood, Bread, and Roses, How MenstruatiQn Created the Wotld, Bostom: Beacon Press,1993, h. 72.

l5.    Ibid, h. 73.

l6     Ibid, h. 79.

17.    Ibid

18.   Ibid., h. 87.

19.    Ibid.

20.  tseuheur   adalah suatu paket benda-benda bertuah yang sering digunakan  tukang sihir Marocco  (Maroccoan witches) untuk mebinasakan seseorang.   Paket "kiriman" itu berisi ramuan dan  darah menstruasi, helai rambut, air ma ta, logam potih, sejenis tinta, dan tujuh butir pasir. Paket ini diyakini dapat membunuh sasaran yang dinginkan dengan cara mengirimkan paket tersebut. Lihat Ibid., h. 130.

21     Judy Grahn, Op. cit., h. 89-90. Lihat pula J.Gardener Wilkinson,  The Ancient Egyptians,  Their Life and Costoms, Vol. II, London: 1994, h. 331-332. Dalam buku ini diilustrasikan model-model sandal, sepatu, pakaian-­pakaian wanita, dan berbagai jenis alat-alat perhiasan wanita pada masa Mesir Kuno.

22.   Inisalnya dalam Al-Qur'an Surah A1-Ahdzab (33:57,59).

23.    Ada beberapa istilah yang semakna dengan jilbab (veil) dalam Kitab Taorat, anatara lain tif'eret.  (Isaiah:3:18). Diskursus mengenai jilbab dalam agama Yahudi pernah lebih seru dan  pada yang belum lama ini diributkan di beberapa negara muslim. Dalam peraturan Agama Yahudi, pernah ditetapkan bahwa membuka jilbab (uncovered) dianggap sebagai suatu pelanggaran yang dapat berakibat  terjadinya perceraian karena hal tersebut dianggap suatu ketidaksetiaan terh~dap suaini. ... the womwn going out in public pleaces with uncovered constituted legitimate cause for difoece, as though it were synonimous with unfaitfuilness. Lihat Louis H. Epstein, Sex Laws and Customs in Judaism, New York: Ktav Poblishing House, INC., 1967, h. 41.

24    Istilah yang sepadan dengan cadar atau kerudung dalam Bible ialah: redid, zammah, re'alah, za'if, initpahat. Lihat Ibid. h. 37.

25.   Ibid, h. 36.

26.     Lihat Louis M. Epstein, Sex Laws and Customs in Judaism New York: Ktav  Publishing House, INC., 1967, h. 36.

27    Penggunaan kata "hut" dalam bahasa Inggeris yang berarti "kerudung/cadar yang menutup bagian kepala sampai ke leher" dan  kata hat yang berarti "topi" mempunyai kedekatan makna dengan dan boleh jadi berasal dan  satu akar kata dengan kata hut yang berarti "'bangunan sementara (temporary wooden house) bagi wanita yang sedang menstruasi. Secara etimologis kata hut maknanya berkonotasi negatif, karena bisa juga berarti bangunan yang jelek (the house of rude construction). Sama~dengan kata "hood, selain berarti kerudung/cadar, juga berarti "penjahat" dan "buaya darat". Karena itu, penggunaan dua kata yang disebut terakhir digunakan dalam konteks yang negatif pula.

28.   Judi Grahn, Op. cit., h. 91-92.

29.   Pembahasan mengenai ayat-ayat hijab diuraikan dengan kritis oleh Mernissi dalam suatu bab khusus.  (Lihat Mernissi, Loc. cit). Mernissi tidak pernah mencegahpenggunaan kerudung atau jilbab,  tetapi  ia  tidak menghendaki praktek jilbab sebagal tolak ukur dalam menilai kafir tidaknya seseorang.

30.    LihatMustafa Hashem Sherif, What is Hifab, dalam Journal The Muslim       World, Vol. LXXVIII, No. 2, h. 157.

31    Ibid.

32.    Al-Zarkasyi, Al-Ijabah lima Istadrakathu 'Aisyah 'Ala al-Shahabah, Beirut,   1970, h. 49.

33.   Leviticus 15:19. Lihat pula Lisa Aiken, To Be A Jawish Woman, Northvale,   New Jersey, London: Jason Aronson INC., 1992, p. 159.

34.  Kata niddah secara literal berarti "pemisahan diri" (separated) karena dianggap "kotor" (tumahi/impurity. Nanti dianggap bersih (taharah/ritual purity;bila yang bersangkutan telah melakukan upacara pembersihan di dalam inikvah. Lihat  Susan Weidman Schneider, Jewish and Female, Choices and Changes in Our Lives Today, NeYork: Simon and Schuster, 1984, pp. 201-204. Dalam buku setebal 640 halaman, Schneider berusaha memberikan interpretasi baru terhadap pasal-pasal yang dipandang sangat kontras dengan kecenderungan wanita modern. Dalam banyak hal ia tidak bisa menyembunyikan ketidak puasannya terhadap stetmen beberapa pasal dalam Torah.

35    Inikveh atau biasa juga disebut dengan thaharah (fainily purity) yaitu melakukan mandi secara ritual dengan air yang telah diberkahi, biasanya pada petang hari  ke tujuh masa menstruasi. Inikveh itu sendiri mempunyai tempat dan bangunan khusus yang terpisah dengan tempat-tempat ramai. Ukuran luasnya sekitar 5 X 8 kaki dan dalamnya sekitar 3 sampai 4 kaki, airnya mesti berisi tidak kurang 40 seah (200 gallon). Semua angka-angka tersebut mempunyai makna-makna mistik. Sebelum mandi di kolam sakral tersebut, yang bersangkutan terlebih dahulu melakukan meditasi seserapa waktu lamanya,, kemudian perlahan-lahan mengambil pakaian mandi  (semacam jubah khusus).   Suasana dalam bangunan itu dirancang khusus agar terkesan sakral, karena air yang ada dalam bak itu dianggap sebagai simbol air dan  syorga yang mempunyai khasiat tertentu. Di sanalah perempuan melakukan mandi dengan membasahi seluruh tubuhnya dengan air. Lihat Lisa Aiken, Ibid., h. 164-165.

36.   Ibid, h. 170.

37.   Ibid, h. 173.

38.   Ibid, h. 171.

39.    Kata haidl adalah istilah khusus digunakan dalam Al­Qur'an. Istilah ini tidak ditemukan dalam teks Taurat dan Injil. Dalam Al-Munjid fi al-Lughah kata haid tanpa menjelaskan asal-usul dan padanannya, dan  kata hadla­hadlan yang diartikan dengan keluarnya darah dalam waktu dan jenis tertentu. Lihat Louis Ma'luf, Al-Munjid fi al­Lughah, Berikut: Dar al-Masyriq, 1987, h164. Hanya dalam Lisa al'Arab dikemukakan pendapat lain mengenai asal-usul kata tersebut. Menurut Al-Lihyani, Abu Sa'd,dan Abu Sukait, kata Hadla dan hasha mempunyai arti yang sama yaitu "mengalir, menampal". Lihat Lisan al- 'Arab al-Muhith, Berikut: Dar Lisan al-'Arab, Juz, 1, t.t., h.770. Hanya ada kesulitan kalau kedua kata itu diartikan sama, karena keduanya masing-masing mempunyai konteks penggunaan dalam Al-Qur'an. Walaupun keduanya hanya disebutkan  empat dan lima kali dalam bentuk mashdar dalam Al-Qur'an tetapi kata mahish lebih banyk berarti "jalan keluar" terhadap berbagai masalah, sedangkan mahidi dipakai dalam konteks darah haid.

40.   Al-Qur'an, S. A1-Thalaq/65:4 dan .Al-Baqarah/2:222.

41.   Lihat Tafsir Al-Qur 'an al-'Adzim; JuZ 1, h. 258.

42.   Banyak lagi riwayat yang serupa disampaikan oleh isteri­-isteri Nabi yang lain. Lihat Ibid., h. 259-260.

43.   Kata adzan menurut bahasa berarti Sesuatu_yang keji dantidak dinginkan (ma yukrihu mm  kulli syai1), karena itu kata adzan dalam tafsir yang berbahasa Indonesia sering diartikan dengan penyakit dan juga sering pula dengamn kotoran. Bahkan~menurut Thabathaba'i darah haid itu sendiri bukan zat ( 'ain)-nya yang darurat melainkan sesuatu yang dan  luar (dharurah lighairih) kemudian memberi nilai tersendiri, seperti firman Allah dalam S.A1-Ahdzab/33:5

(Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasulnya). Maksudnya bukan menyakiti Allah dan Rasulnya secara fisik melainkan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diridhahi oleh Allah dan Rasulnya. Demikian pula dalam ayat haidh tadi, bukan haidhnya ansich yang adzan tetapi karena kedatangan darah haid itu setiap bulan  dan membawa masalah  bagi  wanita.    Lihat Thabathaba'i, Tafsir al-Inidzan, Juz 2, h. 207.

44.   Al-Razy, Tafsir a1-Kabir, Juz   h. 64

45.    Kata thaharah termasuk kata yang sering muncul dalam kitab suci terdahulu,seperti dalam kitab Taurat sering dihubungkan dengan mikvah/family purity yaitu melakukan mandi secara ritual dengan  yang telah diberkahi, biasanya pada petang hari  ketujuh masa menstruasi. Lihat Lisa Aiken, Ibid, h. 164-165. Makna thaharah tersebut mempunyai kemiripan fungsi dalam Islam, yaitu melakukan pembersihan sesudah melakukan persetubuhan atau seusai menjalani menstruasi. Hanya dalam Tafsir al­Alusiy memberikan komentar bahwa yang dimakud bersih dan ayat tersebut ialah pembersihan secara hakiki, yakni melakukan pembersihan diri secara. sempurna (al­thaharah al-kainilah) dengan mandi, maksudnya berhentinya haid tidak, bisa dijadikan ukuran tetapi mandi wajib sesudah haidh itulah yang dijadikan 'ibarah. Al-Alusi cenderung sependapat dengan  'Ashim yang membaca yaththahharna (dengan tasdiq)  yang memfaedahkan upaya intensif untuk membersihkan diri. Lihat Tafsir al­Alusiy, Juz 2.. h. 123. Imam Syafi cukup dengan mandi seperti mandi janabah, yakni menbasahi seluruh anggota badan, sebagian ulama lain seperti 'Atha' dan Thawusberpendapat bahwa wanita pasca haidh mesti mandi dan berwudlu. (Lihat Al-Razy dalam Op. cit.,, h. 69.

46.   Angka tujuh di sini semata-mata berdasar pada kebiasaan wanita bahwa umumnya mereka menjalani masa haid selama tujuh hari, tidak ada' hubungannya' sama sekali dengan angka tujuh seperti yang dianut dalam agama Yahudi. Ini bisa dilihat dalam diskursus empat imam mazhab: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi', dan Imam Ahmad, sama sekali tidak pernah ada yang menyinggung hubungan antara angka  tujuh hari dengan penciptaan dan prilaku makrokosmos.

47.   Lihat  Tafsir al-Qur'an  a1-Adhzm, Juz 1, . .. h. 258.

48.   Lihat Tafsir al-Nahr  al-i'-d, Juz 1, h. 216.

 

Design by : Fery Cahyadien Syifa

Homepage :  http://ferysyifa.tripod.com

Copy-right®2000

Contact Us : +62-21-74703790 or  +21-7491451

email : ferysyifa@netscape.net

 

 



ì Study di IAIN – UIN Jakarta, Fakultas Tarbiyah